Al-Qiyadah Tidak Mengerti Sejarah Islam

Salah satu tanggapan al-Qiyadah terhadap fatwa MUI di Yogyakarta yang disampaikan oleh juru bicaranya Ahmad Hadi Subroto Puspito adalah tentang tidak adanya kewajiban shalat lima waktu di kalangan mereka.

Dikatakannya bahwa "... Sekali lagi, untuk menjalankan Islam kaffah harus berdasarkan kondisi, step by step menurut contoh Rasulullah, khususnya Muhammad SAW. Kemudian apabila bapak-bapak bertanya, mengapa untuk menjalankan ritual sholat lima waktu musti menunggu di Madaniyah? Apa susahnya sholat lima waktu diperiode Makiyah? Kami tidak bisa menjawab. Tanyakan saja kepada Allah dan Rasulullah Muhammad! Mengapa Rasulullah Muhammad tidak shalat lima waktu semasa kondisi makiyah? Kami hanya mencontoh sunnah yang ditinggalkan beliau."

Tanggapan al-Qiyadah itu hanya sebuah akal-akalan saja, sembrono dan tanpa dasar sama sekali, dan al-Qiyadah tidak pernah belajar bagaimana Islam masuk ke kawasan Nusantara ini.

Prof. Dr. Buya Hamka dengan sangat valid berhasil menegaskan bahwa agama Islam tiba di negeri ini bukan di abad ke 13 sebagaimana yang dikarang oleh seorang orientalis Dr. Snouck Hurgronje, melainkan di abad ke 7. Yakni masih di zaman para sahabat Nabi SAW. Bahkan Hamka memastikan bahwa salah seorang sahabat Nabi SAW, yaitu Yazid bin Muáwiyah telah menginjakkan kakinya di Nusantara ini.

Allah SWT menyatakan bahwa para sahabat merupakan sebaik-baik umat, Dia berfirman [artinya]:

"Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS Ali-Imran:110)

Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (sahabat), kemudian setelahnya (tabiin) kemudian setelahnya (tabiut tabiin)" (HR. Bukhari & Muslim dan lainnya)

Jika demikian, pantaskah Yazid bin Muáwiyah seorang sahabat Rasulullah SAW yang diakui ketaqwaannya oleh Allah SWT dan dimasukkan kedalam sebaik-baik umat melakukan manipulasi terhadap ajaran-ajaran Islam?. Demi Allah, Yazid bin Muáwiyah tidak akan pernah berani berbuat seburuk itu.

Jika al-Qiyadah benar maka sejak kapan periode Makiyah itu sebetulnya dimulai? Bukankah sejak abad ke 7 tersebut Nusantara sudah mengenal Islam? Itu berarti jika mereka konsekuen maka saat itulah periode Makiyah terjadi. Tapi ternyata tidak, al-Qiyadah hingga saat ini masih meyakini periode Makiyah berlangsung. Lantas, hingga kapan?.

Sekali lagi jika al-Qiyadah benar maka sudah barang tentu orang-orang tua kita dahulu tidak akan pernah mengenal shalat lima waktu dan kita anak-anaknyapun sudah pasti menjadi orang-orang yang meninggalkan shalat pula. Seharian kita akan menjadi peminum khamar kelas berat, karena di periode Makiyah khamar belum diharamkan, bukan?. Naudzubillahi min dzalik.

Tapi ternyata tidak demikian, al-Qiyadah benar-benar telah salah jalan. Lihatlah kembali sejarah Islam di Indonesia. Dan kita telah mengenal para wali Allah yang demikian kuat menegakkan Islam dengan sebenar-benarnya.

Islam telah sempurna, sebagaimana firman Allah:

"Telah kusempurnakan Agamamu, telah kucukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Ku-ridhoi Islam sebagai agama kalian" (QS Almaidah 3)

Maka jelas sudah periode Makiyah dan Madaniyah hanyalah sebuah bagian sejarah Islam, dan wafatnya Nabi SAW adalah sebuah pertanda telah berakhirnya masa kerasulan Muhammad SAW.

Tidakkah telah sampai satu riwayat kepadamu wahai al-Qiyadah bahwa Nabi SAW pernah mengumpulkan sahabat-sahabatnya dan mempersilahkan mereka untuk membalas perlakuan Nabi SAW saat itu juga. Jika mereka pernah sakit hati karena terpukul saat peperangan maka balaslah pukulan tersebut saat itu juga dan seterusnya ... hingga datanglah seseorang yang kemudian memeluk Nabi SAW karena saking cintanya kepada beliau.

Dan Nabi SAW pernah bertanya dengan tegas kepada umatnya apakah risalah Islam telah sempurna disampaikan? Dan mereka menjawab sudah ... dengan demikian tenanglah Nabi SAW untuk bersiap diri meninggalkan dunia yang fana ini.

Al-Qiyadah mungkin tidak pernah membaca riwayat-riwayat tersebut atau memang mereka termasuk golongan yang mengingkari al-hadits?. Wallahuálam.

 

0 comments: